Kepala KSP, Moeldoko: Waspadai Revolusi Jari!
By Admin
nusakini.com-Jakarta - Kepala Kantor Staf Kepresidenan, Moeldoko meminta semua pihak mewaspadai adanya revolusi jari. Revolusi jari merupakan sebutan Moeldoko untuk perubahan arus informasi yang bisa dilakukan siapapun ahnya bermodalkan gadget dan kecepatan jarinya.
“ Saya menamakannya revolusi jari. Dimana sebuah berita ditentukan kecepatan hanya dalam waktu 30 detik. Begitu Kick Back berita, tanpa memindai, tanpa mengetahui kebenaran, jari kita sudah bermain. Tak peduli berita itu benar atau tidak, masa bodoh jari kita. Situasi ini harus diwaspadai” tegas Moeldoko saat membuka acara rapat Koordinasi Nasional Bidang Kehumasan dan Hukum Tahun 2019 di Birawa Assembly Hall, lt. 1, Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Senin (11/2).
Menurut Moeldoko, di era tsunami informasi seperti sekarang ini, berita tak henti dihembuskan dari berbagai penjuru, tak peduli dengan kebenaran dari informasi tersebut yang akhirnya menimbulkan rasa ketakutan dan keragu-raguan di tengah masyarakat.
“Äda berita paradox, padahal itu jauh dari kebenaran. Pemerintah sudah bekerja dengan benar, tapi dihembuskan berita yang bohong, fitnah. Padahal upaya itu telah melalui kerja keras yang luar biasa, tapi bisa dipatahkan dengan 1 kalimat yang memunculkan keragu-raguan” terang Moeldoko.
Oleh karena itu, Moeldoko menekankan kesiapan Sumber Daya Manusia, instrument dan cara menghadapi era tsunami informasi ini. “Apakah kita hanya berjalan? sudahlah kumaha nanti wae lah (Bagaimana nanti sajalah), untuk apa jadi abdi negara jika tidak terbuat sesuatu. Kesiapan SDM kita seperti apa? Bagaimana Instrumentnya? metode yang digunakan seperti apa? sepertinya kita baru sadar, kekuatan yang kita miliki itu belum siap” ucap Moeldoko.
Selain itu, Moeldoko juga menekankan sinergi dan kolaborasi untuk menjalankan fungsi kehumasan dan biro hukum untuk mengimbangi arus informasi yang kian pesat yang disertai berita bohong atau tanpa fakta. Ia menyontohkan, setiap orang bisa menjadi pewarta, hal ini berbeda dengan jalan dulu dimana informasi hanya dimonopoli oleh wartawan.
"Semua orang bisa jadi pemberita, tapi cara kita menanganinya masih tradisonal. Tidak imbang antara berita yang masuk dengan cara memprosesnya sampai outputnya. Sekarang, semua orang bisa megang HP, bisa jadi pemberita, mungkin dia tidak tahu beritanya viral. Hampir semua masyarakat pegang HP. Padahal dulu hampir semua berita dimonopoli Media/Pers" terang Moeldoko.
Semantara itu, Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo menjelaskan, acara Rakornas Bidang Kehumasan dan Hukum ini diikuti oleh 1.400 orang, yang berasal dari 514 kabupaten/kota dan 34 Biro Humas Provinsi dan 34 Biro Hukum Provinsi . Acara ini digelar, untuk menegaskan bahwa Humas di daerah juga memiliki peran strategis untuk menjadi juru bicara Pemerintah Pusat, maupun daerah termasuk untuk menyukseskan acara Pemilu Serentak 2019.
“Kita kumpulkan 514 kabupaten/kota dan 34 Biro Humas Provinsi dan 34 Biro Hukum Provinsi, intinya ingin menegaskan bahwa Humas di daerah itu jangan hanya meliput berita kegiatannya kepala daerah, tetapi juga harus sebagai juru bicara Pemerintah Pusat maupun pemerintah daerah. Siapapun presidennya, siapapun gubernurnya dia wajib untuk menyuarakan apa yang dikerjakan oleh pemerintah. Biro hukum juga harus memberikan masukan kepada pemerintah ataupun non-pemerintah termasuk pengguna anggaran. Jadi siapapun gubernur, walikota, dan bupati harus diberikan masukan sebelum teken kontrak dengan DPRD menyangkut APBD” papar Tjahjo. (p/ab)